Membangun Kembali Kepercayaan Publik akan Produk Legislasi Indonesia

Artikel ini ditulis di September 2019, ketika unjuk rasa akan RKUHP sedang menggelora di berbagai kota di Indonesia. Artikel ini bermaksud untuk menjembatani Rakyat dengan DPR/Badan Legislatif lainnya untuk menghindari situasi yang membuat terjadinya unjuk rasa RKUHP. Artikel ini sempat dirikim secara kolektif ke DPRD Kota Surabaya lewat BEM UK Petra pada Oktober lalu

Di bulan September 2019 muncul aksi unjuk rasa yang ada di berbagai macam daerah di Indonesia. Unjuk rasa tersebut muncul akibat gencarnya penolakan oleh pelbagai kalangan akan bermacam-macam produk legislasi di Indonesia, seperti dari Revisi UU KPK, RKUHP, RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan dan lain-lain. Terbebas dari pelbagai diskursus politik yang pro ataupun kontra terhadap produk legislatif tersebut sebuah benang merah dapat ditarik dari reaksi yang muncul dari produk legislasi tersebut, yaitu kurangnya sosialisasi ke dalam ranah publik (CNN Indonesia, 2019; Redaksi Kumparan, 2019). Akibatnya muncul interpretasi yang beragam akan produk legislasi tersebut, penyebaran informasi yang sifatnya sepotong dan menyederhanakan kompleksitas produk legislasi yang kompleks, dan kesan bahwa UU tersebut hanya melibatkan kepentingan tertentu dan tidak mendengarkan pendapat rakyat. Melihat dari fakta tersebut, diperlukan hubungan dekat serta keterlibatan yang lebih erat antara badan legislatif dengan masyarakat yang diwakilinya sehingga sejak awal masyarakat umum mengetahui produk-produk legislasi dari tahap inisiatif, sosialisasi hingga pengesahan sehingga masyarakat dapat memberikan kontribusi aspiratif dalam rangka membentuk dan membangun bersama produk legislasi untuk kehidupan kenegaraan. Dalam kata yang lebih ringkas, perwakilan masyarakat di badan legislatif lebih perlu dapat mewakili masyarakat yang diwakilinya, menjadi telinga dan mulut bagi masyarakat yang ia wakili.

Kualitas seorang wakil rakyat (dan badan legislatif, secara besar) sangat berkaitan erat dengan kemampuannya merepresentasikan masyarakat yang ia wakili. Untuk dapat merepresentasikan masyarakat, seorang wakil rakyat perlu tahu diketahui dan mengetahui masyarakat yang ia wakili. Tetapi dalam kenyataannya hal ini sering tidak terjadi, 43% responden dari survei yang dilakukan oleh Departemen Statistika ITS menyatakan bahwa mereka tidak tahu akan nasib wakil rakyat yang mereka pilih di DPRD Surabaya (Jawa Pos, 2019). Survei yang sama menyatakan juga bahwa 70% dari responden tidak tahu bahwa anggota DPRD Surabaya periode 2019-2024 sudah dilantik (Jawa Pos, 2019). Apabila masyarakat tidak mengetahui akan wakil rakyatnya, bagaimana mungkin seorang wakil rakyat dan badan legislatif di mana ia menjadi anggotanya dapat mewakili masyarakatnya? Filsuf Prancis Alexis de Tocqueville pernah menyatakan bahwa hukum akan selalu tidak stabil selama tidak didasarkan terhadap perilaku suatu bangsa. Menarik diri ke peristiwa sekarang, dapat dilihat bahwa ketidakstabilan RUU ataupun UU yang dihasilkan oleh badan legislatif muncul karena kurang efektifnya wakil rakyat untuk berkomunikasi kepada masyarakat.

Melihat hal tersebut, kita perlu belajar dari negara lain terkait bagaimana wakil rakyat dapat kontinu dengan masyarakat yang ia wakili sehingga produk legislasi yang dihasilkan dapat lebih representatif akan masyarakat. Ketika saya berkunjung di Singapura pada Juni lalu, saya mengamati bagaimana anggota Parlemen Singapura melakukan “Meet the People Session” / Sesi Bertemu Masyarakat secara rutin, setiap minggunya. Pemberitahuan akan sesi-sesi tersebut dilakukan lewat pengumuman pada papan-papan pengumuman HDB/Rusun Singapura dan bahkan diinformasikan lewat spanduk-spanduk besar. Di Amerika Serikat, politisi sering kali bertemu dengan masyarakat lewat Town Hall Meeting / Pertemuan Balai Kota (yang tidak wajib dilakukan di balai kota). Dalam forum tersebut politisi dapat langsung berinteraksi dengan rakyat.

Sudah waktunya bagi anggota badan legislatif Indonesia untuk masuk ke dalam era keterbukaan Reformasi ini lewat ikut mengadakan pertemuan “Temu Rakyat” ini. Pertemuan Temu Rakyat ini dapat dilakukan di Kelurahan, Karang Taruna, Sekolah Negeri ataupun tempat publik lainnya. Pertemuan Temu Rakyat ini akan menjadi suatu forum modern di mana masyarakat dapat menyuarakan aspirasinya dan anggota badan legislatif dapat menyampaikan perkembangan terbaru untuk menjadi perhatian bagi masyarakat. Sehingga diharapkan dapat muncul kesinambungan antara badan legislatif dengan masyarakat yang diwakilinya. Dalam sila keempat Pancasila, Demokrasi di Indonesia dijalankan dengan prinsip “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Sudah waktunya untuk badan legislasi di Indonesia menerapkan kembali prinsip permusyawaratan tersebut dalam tingkat pertama dalam sistem politik Indonesia, yaitu daerah pemilihannya (dapil). Diharapkan dengan Temu Rakyat pada tingkat dapil, semangat musyawarah dan gotong royong dapat dibangun lagi. Untuk produk legislasi yang lebih sesuai dengan aspirasi masyarakat dan Indonesia yang lebih maju lagi.

References

CNN Indonesia. (2019, September 21). Menkumham Akui Kurang Sosialisasi RKUHP ke Publik. Retrieved September 26, 2019, from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190920210820-32-432458/menkumham-akui-kurang-sosialisasi-rkuhp-ke-publik

Jawa Pos. (2019, September 23). Warga Surabaya Tak Tahu Anggota Dewan Sudah Dilantik. Retrieved September 26, 2019, from Jawa Pos: https://www.jawapos.com/surabaya/23/09/2019/warga-surabaya-tak-tahu-anggota-dewan-sudah-dilantik/

Redaksi Kumparan. (2019, September 24). Dian Sastro Jawab Yasonna: Kami Tak Akan Bungkam. Retrieved September 26, 2019, from kumparan: https://kumparan.com/@kumparanhits/dian-sastro-jawab-yasonna-kami-tak-akan-bungkam-1rvW97MCi1Q