Kombinasi beban desain pondasi untuk gempa

Dari beberapa kali survei kolega akan praktik di lapangan untuk desain pondasi di daerah zona gempa, ada beberapa jawaban yang saya dapatkan.

  1. Desain pondasi terhadap gaya gravity load (beban hidup dan beban mati) saja, tanpa memperhitungkan gaya gempa.
  2. Desain pondasi terhadap 18 kombinasi gaya (termasuk gaya gempa)
  3. Desain pondasi terhadap 18 kombinasi gaya, dengan gaya gempa dikali 1.3
  4. Desain pondasi terhadap 18 kombinasi gaya, dengan gaya gempa dikali faktor omega overstrength (diambil dari Tabel 12.2-1 ASCE 7-16)
Table 12.2-1 ASCE 7-16

Menurut hemat saya, seyogyanya desain pondasi menggunakan No. 4, atau faktor gempa dikalikan omega overstrength. Alasannya adalah karena pondasi merupakan komponen kritis, dimana kegagalan dari komponen pondasi akan menyebabkan tidak ada load path yang menghantarkan gaya bangunan ke tanah.

Update #1 20230216 : Saya menuliskan memakai 18 kombinasi beban, tetapi sesuai dengan salah satu komentar, untuk tanah biasanya memakai ASD dan kombinasi yg dipakai bisa jauh lebih banyak.


Kenapa perlu dikali dengan omega overstrength, dan bukan dengan nilai 1.3 untuk redudancy? Pada prinsipnya, pondasi sebaiknya didesain untuk tidak gagal sebelum bangunan itu gagal. Atau dalam bahasa lain, V pondasi >= V bangunan ultimate (Vy). Bukan hanya sekadar Vs (Kekuatan desain bangunan). Berdasarkan ASCE 7, apabila tidak melakukan analisis nonelastis, nilai Vultimate dari bangunan tersebut kurang lebih sebesar omega kali Vbangunan (atau Vs). Hal ini bisa dilihat dari gambar C12.1-1 ASCE 7-16.

Sumber Gambar: ASCE 7-16

Apa efeknya ketika pondasi hanya didesain terhadap Vs dan tidak memperhitungkan overstrength? Ini berarti kekuatan nonlinear dari struktur (akibat strain hardening, redistribusi etc) tidak diperhitungkan untuk pondasi, dan sebelum bangunan dapat mencapai kemampuan kekuatan nonlinearnya secara penuh, pondasi dapat gagal terlebih dahulu. Perlu di ingat juga, bahwa konsep desain bangunan modern mengandalkan perilaku nonlinear bangunan untuk menghadapi gempa dengan ukuran besar. Oleh karena itu, seyogyanya desain pondasi perlu memperhitungkan omega overstrength, karena jika tidak maka ada kemungkinan pondasi bisa gagal terlebih dahulu sebelum bangunan gagal.

Menariknya, di ASCE 7, setidaknya berdasarkan yang penulis tahu, hal ini tidak dituliskan secara eksplisit. Mengutip dari StructureMag

Typically, ASCE 7 does not require overstrength to be used for foundation design. When designing elements supporting discontinuous walls or frames, overstrength is typically provided for the design of the connections to the foundation but not taken into the foundations.

Biasanya, ASCE 7 tidak meminta overstrength untuk digunakan untuk desain fondasi. Ketika mendesain komponen bangunan untuk mendukung tembok ataupun portal yang tidak menerus, overstrength digunakan untuk desain sambungan ke pondasi, tetapi tidak dipakai untuk desain pondasinya.

Tetapi pada saat yang sama, StructureMag juga mencatat bahwa di California, untuk rumah sakit dan sekolah, pondasi wajib didesain untuk dapat menghadapi

  • The strength of the superstructure elements (Kekuatan dari elemen superstruktur)
  • The maximum forces that can be delivered to the foundation in a fully yielded structural system (Gaya maksimum yang dapat dihantarkan ke pondasi dari bangunan yang mengalami perilaku nonlinear)
  • Forces from the Load Combinations with overstrength factor (Kombinasi gaya dengan faktor overstrength)

Hal yang sama juga disinggung oleh blogpost dari S.K. Ghosh, konsultan struktur ternama di Amerika Serikat.

Disini mungkin ada kebebasan dari insinyur struktur untuk memilih, karena setelah diselidiki, ASCE 7 tidak mewajibkan faktor overstrength. Tetapi seyogyanya, mengingat bahwa

  1. Desain bangunan superstruktur memiliki perilaku nonlinear yang sudah lama diketahui dan relatif dipahami.
  2. Perilaku nonlinear pondasi, setidaknya dalam sepengetahuan penulis, tidak seberapa dipahami sehingga tidak elok untuk mengasumsikan bahwa ada perilaku nonlinear dari pondasi untuk menghantarkan energi.
  3. Kepentingan dari pondasi, mengingat point nomor dua, untuk berada di perilaku elastis.

Sebaiknya, pondasi didesain dengan gaya gempa memperhitungkan omega overstrength. Apabila Bapak/Ibu/Sdr./Sdri. memiliki komentar atau masukan lain, mohon berkenan memberikannya di kolom komentar.

RIP Teddy Boen

Dr. Teddy Boen adalah pioner dalam dunia pergempaan di Indonesia. Lahir di tahun 1934, beliau telah berpulang ke Rumah Bapa pada 14 Januari 2023.

Jasa Dr. Boen akan dunia per-Teknik Sipilan Indonesia tidak dapat dipungkiri. Kontribusi dari Dr. Boen memungkinkan kita semua untuk dapat hidup dengan tenang dan aman ketika rumah, tempat kerja kita, ataupun tempat yang lain terkena dengan gempa.

Tips IELTS

Sebagai orang yang sudah mengambil 2x IELTS, ada beberapa tips dan trik yang bisa saya bagikan. Untuk referensi, IELTS saya yang pertama overall band-nya 7.5, dan IELTS yang kedua overall-band-nya 7.5 juga. Skor yang lebih detail: L:8, R:8.5, W:7, S:6.5 (Pertama) dan L:8;R:8.5;W:6.5, S:7.5 (Kedua). Di percobaan mengambil IELTS yang kedua, ada skor yang naik (yay!), turun (ouch) dan konstant (OK-lah!). Kenapa ada skor yang naik dan skor ada turun? Ada beberapa prinsip yang saya ternyata ‘langgar’. Dari dua kali mengambil IETLS, ada beberapa cardinal rule yang saya ‘temukan’. Semoga cardinal rule ini dapat membantu anda.

1. IELTS mengukur seberapa bisa kamu bisa mengerjakan IELTS, kemudian baru mengukur kemampuan B. Inggrismu.

Sangat sulit untuk mengukur kemampuan seseorang berbahasa Inggris (ataupun kemampuan kognitif lainnya) lewat sebuah test standard. Misalnya, ada orang yang membutuhkan waktu lama untuk memikirkan ide tulisan, tetapi begitu ide tulisannya sudah terbentuk, maka karya tulisnya akan menggerakan bumi dan langit. Orang seperti ini belum tentu bisa mendapatkan nilai IELTS writing yang bagus. Dalam beberapa video YouTube yang saya lihat juga, native speaker pun belum tentu pasti akan mendapatkan skor yang tinggi/sempurna di IELTS. Mereka pun, perlu dipersiapkan untuk menghadapi format test IELTS.

2. Mengarang itu OK

Ini yang menyebabkan kenapa speaking saya relatif jelek ketika test pertama. Kembali ke No. 1, IELTS tidak mengukur pengalaman anda keliling dunia ataupun apapun. Sehingga ketika interviewer bertanya, when the last time you visited a museum?, meski anda tidak pernah ke museum, silahkan jawab Oh I just visited the Jakarta Revolutionary Museum last year. Silahkan mengarang! Tidak ada museum Revolusioner Jakarta di Jakarta, tapi interviewer nya tidak akan tahu. Apabila anda kesulitan untuk mengucapkan sesuatu, menceritakan sesuatu yang fiksi itu OK (asalkan koheren dan masuk akal). Satu hal lagi, pastikan anda berbicara secara terus menerus.

3. Disiplin itu penting untuk writing

Hal ini mungkin aneh, tapi perlu diingat bahwa writing IELTS itu bukan lomba essay. Tetapi ujian untuk mengukur seberapa baik anda dapat A) mengutarakan ide B) menyusun ide tersebut secara koheren dan jelas C) kebenaran grammar. Oleh karena itu, hindari essay yang terlalu panjang. 300-350 kata cukup untuk Writing Task II. Salah satu kesalahan yang saya lakukan pada test IELTS yang kedua adalah saya terlalu asik menulis, karena topik yang diangkat relevan dengan passion, sampai menulis lebih dari 600 kata. Lebih baik menulis dengan kata secukupnya, karena yang dinilai bukan kualitas argumentasi, tetapi struktur nya.

4. Jangan berpikir diluar teks untuk Reading

Seringkali pertanyaan dari reading task cukup ambigu, dan seringkali juga muncul dorongan untuk menjawab sesuai feeling. Hindari hal tersebut! Reading IELTS tidak menguji wawasan anda, semua jawaban sudah tertulis di reading tersebut. Jangan pernah mengandalkan pengetahuan atau asumsi anda untuk menjawab pertanyaan reading task. Pastikan semua jawaban yang anda pilih dapat didukung oleh satu kalimat di reading tersebut. Untuk pengambil IELTS berbasis komputer, highlight kalimat yang mendukung jawaban anda.

Tentu saja ini tidak berlaku untuk pertanyaan dengan jawaban NG (Not Given)

Semoga dapat membantu IELTS anda.

Puisi Eyang SDD dalam Bahasa Inggris

Pernah memikirkan apa terjemahan dari “Yang fana adalah waktu, Kita abadi” dari puisi Eyang Sapardi Djoko Damono (S.D.D.) yang terkenal? Well, wait no more! Karena ternyata puisi-puisi S.D.D. sudah pernah diterjemahkan ke Bahasa Inggris, dan tersedia di Internet.

Puisi tersebut diterjahkan oleh Harry Aveling ke Bahasa Inggris dan dipublikasikan oleh National University of Singapore. Karena NUS menaruh dokumen terjemahan secara terbuka di internet, saya rasa artinya NUS sudah setuju untuk membuat terjemahan tersebut tersedia bagi khayalak umum?

Terjemahan puisinya dapat diakses disini.

Creating a pinned node in OpenSees

If you are using commercial structural analysis software such as SAP2000/ETABS, creating a pinned connection can be done by clicking several button. However, no such thing menu is available on OpenSees. As such, I often see people make some mistake when they want to create a pinned connection. They usually use the ‘fix’ command on the rotational DOFs, assuming it will create a pinned connection. This is not the correct way. For starter, it also fix the column rotation while usually, you only want to have a pinned connection at the beam-column interface.

If you want to create a pinned connection, you can do so by creating a ‘dummy node’ and then use the equalDOF command. An OpenSeesPy example for a 2D system is available here. I will give you a brief walkthrough to help you understand better.

(If you are only using elasticBeamColumn, you can just use the -release option instead of using this method).

1. Create a Dummy Node where you want to create a pinned connection.

This dummy node should be located at the place where you want to create at the pinned connection, this is probably will be located at the beam-column intersection. Usually, to tell that this is a ‘dummy node’, I add a 0 at the node ID/tag end. So if my beam-column intersection is at node 345, I created a 3450 as the ‘dummy node’. Keep in mind that if you have pinned connection on both side of the node, you need to create two dummy node.

2. Use EqualDOF to contraint the translation

Use the equalDOF to constraint all the translation DOFs of the dummy node to the ‘real’ node. e.g. equalDOF(2,20,1,2) (Ensure that the DOF 1 and 2 of Node 2 is the same with DOF 1 and 2 of Node 20. As a note, DOF 1 is the movement in the X direction and DOF 2 is in the Y direction.). The “physical” meaning of this is that while at the dummy node, the beam/element caused some rotation but the rotation is ‘ignored’ because only the DOF 1 and 2 of the dummy node is connected to the ‘real’ node/system.

Simple Portal with EqualDOF and dummy Node
The same portal without the dummy node and equalDOF

For a 3D model, it become a little bit more complicated because you need to ensure at what direction your pinned connection is. The first 3 DOFs of the 3D system is all the translation while the last 3 DOFs is related to the rotation (or in other term, Fx Fy Fz Mx My Mz).

There is many way to implement the pinned connection, such as using a very stiff zeroLength element (this is how the penalty constraint handler work on OpenSees), but personally I used the equalDOF because it is quite straightforward. Keep in mind to handle your equalDOF constraint with care. Because if you do the wrong constraining, your result could be funky and OpenSees WILL not throw you an error warning/crash.

Melihat ‘Kominfo’ Negara Lain

Beberapa waktu terakhir ini, Kominfo di Indonesia menjadi topik panas yang dibahas di berbagai sosial media karena ada kebijakan baru dari Kominfo yang memberikan dampak yang sangat besar bagi komunitas internet Indonesia. Mengutip twit dari @hotradero, “Negara hadir”.

Melihat kondisi Kominfo Indonesia, saya jadi penasaran dengan Kominfo negara lain. Bagaimana bila dibandingkan dengan Indonesia?

Ada dua negara yang saya tahu secara ‘pribadi’ memiliki “Kominfo” yang relatif bagus. “Kominfo” dalam tanda kutip karena setiap negara memiliki kebutuhan dan karakteristik masing-masing, sehingga tugas pokok dan fungsi (tupoksi) tiap kementerian di tiap negara bisa berbeda, sehingga dalam konteks ini, “Kominfo” negara lain yang dibandingkan adalah Kementrian/Lembaga/Gugus Tugas yang memiliki fungsi yang sejenis. Dalam blog ini, saya mencoba melihat gugus tugas/lembaga/kementerian negara-negara yang memiliki fokus dalam digitalisasi, innovasi digital dan teknologi. Sehingga mungkin lebih tepat kalau membandingkan hibrid “Kominfo”/BRIN (Badan Riset dan Iptek Nasional)/Satu Data Indonesia.

Taiwan

Ketika saya datang ke Taiwan pada waktu saya melaksanakan studi, saya baru tahu bahwa Taiwan memiliki suatu kementerian digital dan kementerian digital tersebut dipimpin oleh seorang FOSS (Free and Open Source Software) Hacker yang terkenal, Audrey Tang. Meski berkuliah di Taiwan, 我的中文很不好 (My mandarin is not good!, Mandarin saya tidak bagus) sehingga banyak limitasi pengetahuan saya akan pekerjaan dari Minister Tang dan Kementrian Digital/Gugus Tugas Digital Taiwan. Mayoritas sumber data yang saya tahu bersumber dari dokumen berbahasa Inggris dan perlu dicatat juga, beberapa produk dari Minister Tang saya pakai sendiri di Taiwan.

Harus diakui, Kementrian Digital yang dipimpin Audrey Tang ini membuat saya terkagum.

Selain sigap dalam menggunakan solusi digital untuk menghadapi permasalahan. Sebagai contoh, pada awal pandemi, sangat-sangat awal pandemi COVID-19 di February 2020, ada krisis masker di Taiwan. Banyak orang butuh masker tapi stok masker di toko-toko habis. Apa yang dilakukan Kementerian Digital Taiwan? Mereka membuat applikasi yang memungkinkan orang untuk melihat stok masker di tiap apotek. Dan app ini memungkinkan juga sistem penjatahan masker nasional! Hasilnya: krisis masker tertanggulangi dan tentunya penanggulangan krisis masker ini sangat membantu Taiwan dalam menghadapi COVID-19. Masih ada inovasi lainnya yang dibuat oleh Kementerian Digital/Minister Tang seperti contact tracing lewat SMS (yang tidak perlu applikasi tambahan) 1922 dan pendaftaran vaksinasi terintegrasi nasional.

Selain dengan pekerjaan innovatif dan penggunaan teknologi digital untuk permasalahan di masyarakat. Kementrian Digital juga memiliki spirit yang dapat membuat semua yang masih memegang hacker ethics mengeluarkan air mata bahagia. Minister Tang dan kementerian yang dipegangnya memegang teguh prinsip radical transparency. Dan hal ini terlihat sekali dalam produk yang dihasilkan Minister Tang! Salah satu nya adalah vTaiwan. vTaiwan memungkinkan setiap wargna negara untuk memberikan input dan masukan langsung akan hukum negara Taiwan (detail bisa dibaca di MIT Tech Review). Berbeda dengan sistem petisi digital (seperti yang ada di United Kingdom/change.org), vTaiwan memungkinkan partisipasi demokrasi digital lewat comment, diskusi dan voting. Bahkan anggota dari Legislative Yuan, DPR Taiwan, merasa adanya innovasi Tang ini membuat rakyat lebih berpengaruh untuk mempengaruhi kebijakan dibanding dengan para wakil rakyat di DPR secara langsung (Artikel dari Haaretz). Tidak hanya di sistem kenegaraan, Minister Tang juga menerapkan konsep radical transparency ini dalam kehidupan (politik)nya. Setiap orang bisa bertanya langsung ke Minister Tang di websitenya dan interview, pidato etc Minister Tang diupload di website untuk dapat diakses Publik.

Singkatnya: Kementerian Digital Taiwan/Digital Minister Tang berfokus akan penggunaan teknologi untuk membangun demokrasi yang inklusif, penerapan teknologi untuk menyesaikan masalah secara koloboratif dan membangun pemerintahan yang transparant.

Singapura

Untuk menjadi jujur, dengan Singapura saya hanya familiar dengan GovTech. Tugas mereka apa? Mereka melakukan transformasi digital dari Pemerintahan Singapura. GovTech ini sempat menjadi trending topic global karena mereka berhasil menggunakan data science untuk menyelesaikan masalah ghost train. Dengan data science, mereka mendiagnosis bahwa ada kereta yang rusak di Circle Line SGP. Selain itu, dalam dunia teknologi/programmer, GovTech SG juga terkenal atas sistem teknologi / tech stack nya yang World Class. Apabila ada GAFAM (Google Apple Facebook Amazon Microsoft) dari dunia teknologi pemerintahan, maka GovTech SG ini pasti termasuk. GovTech SG ini lebih mirip perusahaan teknologi startup/Google dibanding dengan birokrasi pemerintah yang identik kuno dan berbelit-belit. Produk-produk dari GovTechSG dapat dilihat disini. Tapi ada satu yang mau saya highlight, SingPass. Satu kutipan dari Websitenya cukup menjelaskan SingPass itu apa.

Access over 2,000 services by over 700 government agencies and businesses at your fingertips
Akses lebih dari 2000 layanan pemerintahan yang disediakan oleh 700 lembaga pemerintahan dan bisnis dalam genggaman tangan anda.

Bagi orang Indonesia, ini mungkin apa yang eKTP bisa lakukan kalau eKTP berlangsung dengan baik. Bayangkan kalau identitas digital semuanya bisa masuk menjadi satu applikasi. Perlu diketahu, kalau salah satu kesuksesan terbesar GovTech bukan cuma di produk akhir yang dipakai user nya. Tetapi keberhasilannya membangun infrastruktur digital yang memungkinkan kemudahan bagi lembaga pemerintahan untuk membangun pelayanan digital yang terintegrasi.

Image taken from SingPass Website

Ada juga innovasi-innovasi digital yang dilakukan pemerintahan Singapura lewat program lain selain GovTech, misalnya AI Singapore. Saya baru tahu ini ada ketika mereka membagikan suatu program mereka (TagUI, untuk otomatisasi pekerjaan sehari hari) di GitHub. Salah satu program mereka yang saya lihat sangat menarik adalah Grand AI Challenge for Education. Mereka membuka kompetisi untuk mendanai lembaga yang bisa mengembangkan AI untuk mengembangkan pemahaman bahasa anak SD sampai 20%. Produk lain mereka bisa dilihat disini. Ada beberapa yang mungkin saya sembut: mulai dari menggunakan mata komputer untuk keamanan konstruksi, optimasi semiconductor (microchip) dan penjadwalan rute.

Semoga gambaran akan 2 “Kominfo” negara yang saya sebut dapat memperluas wawasan anda akan bagimana Teknologi di Pemerintahan dapat bekerja.

Kode Bangunan Pertama di Dunia

Sekarang, ketika seseorang mau membangun suatu bangunan, bangunant tersebut harus didesain memenuhi syarat-syarat dari ‘kode bangunan’, atau yang dalam Bahasa Inggris dikenal sebagai ‘building code’. Apabila suatu bangunan tidak didesain sesuai dengan kode bangunan, maka bangunan tersebut tidak bisa mendapatkan izin untuk berdiri.

Dalam kata Hardy Cross (Insinyur Sipil yang sangat terkenal), kode memiliki suatu kegunaan yang sangat penting, beliau berkata

“Standarisasi sebagai pencegah para orang lalai dan bajingan telah berfungsi dengan baik dalam dunia teknik”

Disini dapat dilihat, fungsi utama dari kode bangunan. Kode bangunan bersifat sebagai standard minimum untuk memastikan suatu bangunan aman. Selain itu, dengan adanya kode bangunan, keahlian membangun bukan menjadi suatu ilmu yang esoteric/keilmuan batin, tetapi tersusun dengan jelas dan sistematis.

Setiap negara memiliki kode bangunan-nya masing-masing. Kode bangunan setiap negara tentunya ditentukan berdasarkan penelitian dan falsafah yang dianut oleh negara tersebut. Semisalnya, untuk kode bangunan Amerika Serikat (setidaknya untuk ACI 318), bahasa yang digunakan sangat presisi dan detail karena Amerika Serikat memiliki budaya legal yang kuat. Sementara kode beton Eropa menggunakan metode-metode yang rasional (dibandingkan dengan metode-metode empiris).

Yang menjadi menarik, kode bangunan itu pertama kali muncul kapan? Apakah kode bangunan muncul pertama kali di Eropa dan Amerika yang merupakan peradaban pertama yang melakukan industrialisasi dengan pesat? Ternyata tidak, konsep dasar dari kode bangunan sudah ada sejak pertama kali peradaban manusia ada di Mesopotamia. Kode bangunan tersebut berasal dari Kode Hammurabi.

Berbeda dengan kode sekarang yang tebal dan kompleks, kode bangunan pertama ternyata sangatlah simpel. Bunyinya kurang lebih seperti ini

  • Apabila seorang kontraktor membangun sebuah rumah untuk sesorang dan tidak membangunnya dengan kuat, dan bangunan yang dia bangun rubuh sehingga menyebabkan kematian dari pemilik rumah, kontraktor tersebut harus dihukum mati.
  • Apabila kerubuhan tersebut menyebabkan kematian dari anak sang pemilik, maka anak sang kontraktor haruslah dihukum mati.
  • Apabila kerubuhan tersebut menghancurkan bangunan tersebut, maka sang kontraktor harus membangun kembali apa yang telah hancur, dan karena sang kontraktor tidak membangun bangunan tersebut dengan kuat dan akhirnya rubuh, sang kontraktor harus membangun ulang rumah tersebut dengan biayanya sendiri.
  • Apabila seorang kontraktor membangun rumah untuk sesoerang dan tidak membuat konstruksi rumah tersebut sesuai dengan syarat dan sebuah tembok pun rubuh, sang kontraktor haruslah membangun ulang tembok tersebut dengan biayanya sendiri.

Dialihbahasakan dari :https://incois.gov.in/Tutor/science+society/lectures/illustrations/lecture9/hammurabi.html

Kodenya sederhana kan? Dalam buku N. N. Taleb, Antifragile (Antirapuh), kode bangunan tersebut mempunyai fungsi utama: Resiko ditanggung oleh pembuat. Sang kontraktor , apabila membangun dengan sembarangan, tidak bebas dari resiko. Akhirnya karena sang kontraktor harus menganggung resiko, maka tentunya dia akan mencoba membangun bangunan tersebut dengan aman. Taleb pun juga mengatakan bahwa bangsa Romawi memiliki konsep yang sama. Seorang insinyur jembatan perlu tinggal bersama dengan keluarganya dibawah jembatan yang dia bangun untuk beberapa waktu.

Kode bangunan modern, meski memiliki bentuk yang sangat berbeda dengan kode Hammurabi, masih memiliki jiwa yang sama. Setiap insinyur maupun kontraktor tetap perlu mengingat hal ini. Yaitu manajemen resiko, dan apa yang ditanggung oleh pemilik, ditanggung juga oleh kontraktor dan insinyurnya.

Uniknya, apabila memperhatikan kode modern. Kode modern juga mempunyai fungsi perlindungan bagi insinyur/kontraktor. Apabila bangunan yang dibangun sudah sesuai dengan kode bangunan, tetapi karena hal yang tidak terduga bangunan tersebut rubuh, kontraktor dan insinyur tersebut bisa bebas dari kesalahan. Hal ini berbeda dengan kode bangunan mula-mula yang menyatakan apapun yang terjadi, ‘pokoknya salahnya yang bangun…’.

IQ Indonesia yang sedang viral

Beberapa waktu terakhir ini sedang muncul konten viral kalau IQ orang Indonesia adalah 87. Di bawah data tersebut, ditampilkan IQ Gorilla sekitar 75-95. Konklusi nya? Pembuat konten tersebut sekarang mengerti kenapa banyak orang berkomentar di medsos menggambarkan level IQnya.

Pembuat konten dapat data dari mana? Dari Google dong. Kalau hal tersebut ditemukan di Internet, maka pasti benar dong?

Tanpa membahas validitas dari test IQ (Yang sangat banyak diperdebatkan, salah satu tulisan menarik yang kontra akan validitas test IQ adalah dari NN Taleb), kita coba eksplorasi klaim dari konten tersebut. Saya coba kerucutkan klaimnya menjadi 2 klaim utama.

  1. IQ orang Indonesia adalah 87

Membuka artikel yang muncul di Google ketika kita mencari dengan kata kunci IQ Indonesia, maka sebagian besar artikel akan mereferensikan dua buku ini

  1. IQ and Wealth of Nation
  2. IQ and Global Inequality

Membuka IQ and Wealth of Nation (Pratinjau tersedia di Google Books), maka dapat dilihat bahwa buku pertama tersebut menggunakan data dari tahun 1969

Pratinjau Google Books akan Sumber Data dari Buku 1

Untuk buku kedua, saya tidak menemukan versi digitalnya yang tersedia di Internet, tetapi saya menemukan buku dari penulis buku-buku tersebut dengan versi yang lebih baru dan tersedia di Internet. Disana tercantum daftar referensi yang dia pakai untuk ‘menghitung’ IQ Indonesia adalah 87. Data yang terbaru dipakai adalah tahun 1998.

Pratinjau Google Books akan Sumber Data dari Penulis Buku I dan II yang lebih baru

Saya pun mencoba membuka refernesinya dari Hadijaja et al (1998), tersedia di ResearchGate. Artikel tersebut bukan bidang keilmuan saya sehingga saya tidak bisa berkomentar banyak, selain:

  1. Sampel data yang diambil dari daerah yang tidak representatif akan kondisi Indonesia secara seluruhnya (hanya dari dua ‘subdistrict‘ di Jakarta Utara)
  2. Saya tidak menemukan ada angka 87 atau statistik lainnya yang membahas IQ dari skimming cepat artikel.

2. IQ Gorilla adalah 75-95

Klaim kedua dari konten tersebut kemungkinan besar diambil dari artikel Wikipedia akan Koko sang Gorilla. Didapatkan kalau IQ Koko adalah sekitar 70-90. Tapi, perlu dicatat bahwa test IQ tersebut diambil dari Test IQ versi anak-anak bayi/balita. Perlu diketahui bahwa test IQ itu diberikan sesuai dengan usia pengambil test. Tidak bisa hasil test IQ yang diberikan ke Koko disamakan dengan test IQ manusia ataupun anak-anak.

Anyway, perlu diketahui juga bahwa setelah masa balita/anak-anak, kesenjangan pengetahuan/ilmu/kemampuan otak dari manusia dan makluk hidup non-manusia meningkat dengan sangat besar. Saya jujur lupa tahu hal ini dari mana, tapi mungkin dari buku Y.N. Harari, Sapiens. Apabila anda mengetahui informasi yang mendukung/kontra akan pernyataan ini, mohon berkenan menginfokan saya.

Apabila anda ada pendapat/data lain, mohon berkenan menambahkannya di kolom komentar.

Kenapa Spektral Desain pakai 2/3

Gambar 1. SNI 1726:2012

Salah satu hal yang menjadi banyak pertanyaan dari praktisi, akademisi, dan mahasiswa/i Teknik Sipil adalah kenapa di SNI, beban gempa dikalikan 2/3? Kenapa beban gempa yang asli harus ‘direduksi’ dulu dan baru dipakai? Bukankan hal tersebut tidak aman dan tidak konservatif? Sesuatu hal yang sangat ingin kita hindari dalam desain gempa dimana banyak elemen, parameter, dan faktor yang kita tidak ketahui?

(Catatan: Percepatan Spektral bukanlah ‘beban gempa’ secara langsung, tetapi dalam artikel ini artinya disamakan)

Begitu banyak orang mengeluarkan teori dan pernyataan kenapa hal ini terjadi. Tapi, tanpa tahu apa maksud dari sang pembuat, maka interpretasi kita bisa saja salah. Semuanya itu tergantung perspektif.

Source: Ana Haber Gazete (Turkey).  We do not own the rights to this illustration.
Gambar 2. Perspektif
Sumber Gambar: me3project.com; Pencipta Asli: Ana Haber Gazete (Turkey).

Untuk mengetahui jawabannya, maka harus mengacu ke kode yang menjadi acuan SNI 1726:2012, yaitu ASCE 7-10. Tetapi ternyata di ASCE 7-10 sendiri, belum ada jawabannya. Akhirnya untuk mendapatkan jawabannya, kita harus melihat kode dan peraturan yang menjadi acuan dari ASCE 7, yaitu : National Earthquake Hazard Reduction Program (NHERP) Recommended Provisions for Seismic Regulations for New Building and Other Structures [1].

Gambar 3. ASCE 7-10

Di NHERP, bagian yang mengatur kenapa beban gempa dikalikan 2/3 dapat dilihat di Section 11.4.4.

Gambar 4. Peraturan NHERP

Sampai saat ini, belum ada jawaban yang jelas. Tapi berbeda dengan SNI dan ASCE, NHERP memiliki bagian komentar (commentary) yang menjelaskan kenapa bagian-bagian tersebut mengatur suatu hal sedemikian rupa.

Gambar 5. Peraturan NHERP (2)
Gambar 6. Peraturan NHERP (3)
Gambar 7. Peraturan NHERP (4)

Menggunakan Control-F untuk mencari kata kunci ‘two-third’ menghasilkan beberapa penjelasan yang menarik. Gambar 5 menunjukan salah satu penjelasan NHERP terkait konsep MCE (Sm) dan bahwa desain menggunakan 2/3 MCE. Hal yang ‘mungkin’ dapat menjelaskan kenapa 2/3 ada di Gambar 6 dan Gambar 7. Dari kedua penjelasan tersebut, maka ada kemungkinan angka 2/3 dipilih karena pada 2/3 dari MCE, kerusakan komponen non-struktural dapat dicegah.

Apakah mungkin menjawab kenapa perlu dikali 2/3? Kelihatannya belum. Interpretasi sebelumnya masih berasa kurang ‘sreg’. Kemungkinan besar saya malah salah interpretasi karena hanya skimming control-F dari NHERP, sehingga masih bisa ada salah data.

Beberapa pencarian internet pun dilakukan untuk mencari lebih banyak data. Dari pencarian di Internet, ada beberapa sumber yang dapat memberikan kejelasan. Salah satunya adalah diskusi di forum eng-tips.com [2]. Diskusi di [2] cukuplah menarik sehingga saya mendorong anda untuk langsung membacanya,

Penelusuran lebih lanjut (dengan bantuan data dari [2]) membawa saya ke [3], suatu slide dari FEMA (organisasi di US yang membuat NHERP). Bagian yang menarik dari Slide tersebut dapat dilihat di Gambar 8.

Gambar 8. Cuplikan Menarik dari Slide FEMA [2]

Kelihatannya ini adalah jawaban ultimat nya. Peta gempa di Amerika dibuat berdasarkan asumsi gempa yang memiliki kemungkinan 2% terjadi dalam 50 tahun (Periode Ulang : 2475/2500 tahun). Tetapi gempa dari periode ulang 2500 tahun menghasilkan gempa yang angkanya cukup besar dari gempa yang ‘wajar’ diperhitungkan untuk alasan ekonomis. Oleh karena itu, bangunan didesain supaya bisa ‘bertahan’ terhadap gempa dengan periode ulang 475/500 tahun. Tetapi, apabila peta gempa Amerika dibuat berdasarkan gempa periode ulang 500 tahun, maka PGA di pantai timur Amerika (e.g. Charleston) akan begitu rendah sehingga tidak cocok untuk desain. Supaya desain bisa tetap simpel, dan tidak diperlukan 2 peta gempa sekaligus. Maka diputuskan bahwa peta gempa yang dipakai tetap peta gempa dengan desain 2500 tahun, tetapi dikalikan 2/3 supaya nilainya ‘tidak terlalu besar’.

Kenapa 2/3? Slide yang sama pun menjelaskan. Bangunan diasumsikan memiliki margin keamanan sebesar 1.5 (apabila didesain dengan benar). Sehingga, dengan asumsi lower bound, maka nilai desain gempa paling besar hanya bisa diturunkan 1/3 saja, alias dikali 2/3. Ketika dikalikan 2/3, bangunan yang didesain terhadap response spektra yang lebih kecil, masih bisa bertahan apabila yang terjadi adalah gempa dari response spektra yang lebih besar (MCE). Hal ini juga disinggung oleh slide dari [1]. Hal tersebut seharusnya menjelaskan

a) Kenapa Response Spektra Desain dikecilkan dari Response Spektra Gempa Maksimum (1 Peta Gempa Universal di US)

b) Kenapa penurunannya adalah dilakukan lewat faktor 2/3 (terkait Margin of Safety 1.5)

Gambar 9. Slide dari [1] yang mengungkit 2/3

Daftar Pustaka

[1] Luco, N. (2007, January 18). Ground Motion for Design. Thailand Seismic Hazard Workshop. https://earthquake.usgs.gov/static/lfs/nshm/workshops/thailand2007/070118–Luco_on_Ground_Motions_for_Design(v8).pdf

[2] https://www.eng-tips.com/viewthread.cfm?qid=470317

[3] http://www.ce.memphis.edu/7119/PDFs/FEAM_Notes/Topic05a-SeismicHazardAnalysisNotes.pdf

Ulas Buku: Dari Dunia Ketiga ke Dunia Pertama: Kisan Singapura (1965-2000)

Cover of Lee Kuan Yew Book, From Third World to First World;
Sampul depan buku Lee Kuan Yew;

Cover depan buku Lee Kuan Yew, From Third World to First: The Singapore Story 1965-2000 (Sumber: Harper Collins)

Lee Kuan Yew (LKY) merupakan salah satu pemimpin yang paling sukses di Asia, dan bahkan dunia. LKY mengtransformasi Singapura, dari suatu negara bekas koloni Inggris yang memiliki masa depan suram setelah terpisah dari Malaysia di 1965 menjadi suatu negara yang memiliki sistem perekonomian, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur kelas dunia. Tidak hanya itu, LKY juga meninggalkan suatu warisan bagi komunitas global di luar Singapura. LKY merupakan lawan diskusi bagi para pemimpin dunia, mulai dari Deng Xiaoping, Ronald Reagan, Richard Nixon, Thatcher, dan Kissinger. Sampai dia meninggal di tahun 2015, pemimpin-pemimpin dunia pun masih berunding dengan LKY untuk pandangannya akan perjalanan China dengan Amerika.

Ada banyak hal yang dapat dipelajari dari LKY, dan salah satu cara terbaik untuk belajar dari LKY adalah mempelajari tulisan dari LKY sendiri. Salah satu buku autobiografi yang dia tulis yang menceritakan kisah hidupnya adalah From Third World to First: The Singapore Story (1965-2000) (Dari Dunia Ketiga Menjadi Dunia Pertama: Kisah Singapura). Buku ini ditulis di tahun 2000, dan ada banyak hal yang ketika dibaca di tahun 2000 terasa seperti berjalan ke masa lalu. Tetap buku ini memberikan banyak wawasan akan langkah-langkah LKY.

Buku ini kurang lebih dibagi menjadi 2 Bab utama, Bab pertama menceritakan bagaimana LKY mentransformasi Singapura, dan bab kedua menjelaskan cerita LKY dalam ranah diplomasi global. Dalam membaca buku ini, ada beberapa hal yang menarik dan dapat dikatakan menjadi tema dari kisah sukses LKY, orang harus bekerja keras dan tidak tergantung dengan jaminan/tunjangan sosial. LKY mengkaitkan bahwa jaminan/tunjangan sosial yang berlebih akan menghasilkan suatu masyarakat yang malas, dan tergantung pada jaminan/tunjangan sosial sehingga menghambat akan kemajuan masyarakat.

Dalam proses transformasi Singapura (Bab 1), LKY menekankan berkali-kali bahwa Singapura adalah masyarakat yang bekerja. Dalam kunjungan dia ke para pebisnis global, dia tidak mencari dana bantuan (foreign aid), tetapi selalu dana investasi. Hal ini disampaikan LKY sendiri dalam pidatonya, “Apabila Singapura merupakan masyarakat yang ‘lemah’, yang tergantung dengan bantuan, maka Singapura sudah akan lama musnah dan tertelan …. Tidak ada yang didapatkan gratis oleh masyarakat Singapura, bahkan kita harus membayar untuk air yang kita pakai”. Kesadaran, dan keyakinan bahwa Singapura (dan setiap rakyatnya) harus berjuang dan bekerja untuk bertahan, berkembang dan sukses ditanamkan dalam setiap perbuatan LKY. Tidak ada makan siang yang gratis. Kalau Singapura (dan rakyatnya) mau mendapatkan sesuatu, maka dia harus bekerja untuk itu.

Hal ini bisa dilihat dalam segala sistem jaminan sosial yang ada di Singapura. Apabila di Indonesia, setiap kunjungan ke dokter umum dan mayoritas obat bisa dilakukan tanpa mengeluarkan biaya (Saya sudah beberapa kali ke dokter umum dan dapat obat gratis), hal yang sama tidak berlaku di Singapura. BPJS Singapura memiliki sistem cost sharing/burden sharing, atau berbagi beban. Mayoritas dari tagihan anda akan ditanggung oleh subsidi, tetapi anda tetap perlu membayar biaya kesehatan anda sendiri. Kunjungan ke dokter umum rutin tetap perlu membayar. Hal ini untuk mendorong orang tidak menghambur-hamburkan biaya subsisi kesehatan yang ada.

Pensiun di Singapura bukanlah sistem tunjangan tetap yang diberikan setiap bulannya mirip gaji, tetapi berasal dari uang simpanan anda sendiri. Sistem nya kurang lebih mirip dengan BPJS JHP di Indonesia. Setiap rupiah (atau Dollar Singapura) yang anda dapatkan di Singapura berasal dari keringat anda sendiri. Pemerintah disini berperan bukan sebagai Ibu Peri yang memberikan segala sesuatu secara gratis, tetapi sebagai Bapak yang membantu menjamin dan mengembangkan hasil kerja keras anda. Singapura, pada saat ini memiliki indeks mobilitas sosial tertinggi di Asia Tenggara. Pada rangking global social mobility index WEF, Singapura berada di rangking 20 dan sebagai perbandingan, Indonesia berada di rangking 67. Tingkat kepemilikian rumah di Singapura juga lebih tinggi daripada di Indonesia (90 an % vs 80 an %).

Bab II dari buku LKY ini, yang menceritakan ‘petualangan’ LKY di ranah diplomatik global, merupakan bagian yang wajib dibaca oleh setiap orang yang berkecimpung di bidang hubungan internasional. Cerita-cerita LKY bertemu dengan tokoh-tokoh dunia ditulis dengan jujur dan terus terang, dan mengandung fakta-fakta dan pandangan yang hanya dapat diketahui oleh orang yang sudah berada di panggung itu sendiri.

Ada 1 bab khusus terkait Indonesia yang ditulis LKY, mulai dari pertemuannya dengan Sukarno, hingga interaksi beliau dengan Gus Dur. Pandangan jujur LKY akan tokoh-tokoh bangsa Indonesia, bagi saya, sangat membuka pikiran karena LKY menawarkan beberapa perspektif yang sangat jarang di diskusikan dalam diskursus Indonesia.

Buku ini merupakan buku yang direkomendasikan bagi setiap orang. Tidak hanya orang yang bergerak di sektor kebijakan publik ataupun hubungan internasional, tapi bagi para filsafat, ekonom, pendidik, pengusaha dst karena dalam buku ini sang maestro, LKY menuliskan dan menjelaskan pengalaman hidupnya, dan pola pikirnya yang mendorong dan mentrasnformasi Singapura menjadi salah satu negara termakmur di Dunia.