Kombinasi beban desain pondasi untuk gempa

Dari beberapa kali survei kolega akan praktik di lapangan untuk desain pondasi di daerah zona gempa, ada beberapa jawaban yang saya dapatkan.

  1. Desain pondasi terhadap gaya gravity load (beban hidup dan beban mati) saja, tanpa memperhitungkan gaya gempa.
  2. Desain pondasi terhadap 18 kombinasi gaya (termasuk gaya gempa)
  3. Desain pondasi terhadap 18 kombinasi gaya, dengan gaya gempa dikali 1.3
  4. Desain pondasi terhadap 18 kombinasi gaya, dengan gaya gempa dikali faktor omega overstrength (diambil dari Tabel 12.2-1 ASCE 7-16)
Table 12.2-1 ASCE 7-16

Menurut hemat saya, seyogyanya desain pondasi menggunakan No. 4, atau faktor gempa dikalikan omega overstrength. Alasannya adalah karena pondasi merupakan komponen kritis, dimana kegagalan dari komponen pondasi akan menyebabkan tidak ada load path yang menghantarkan gaya bangunan ke tanah.

Update #1 20230216 : Saya menuliskan memakai 18 kombinasi beban, tetapi sesuai dengan salah satu komentar, untuk tanah biasanya memakai ASD dan kombinasi yg dipakai bisa jauh lebih banyak.


Kenapa perlu dikali dengan omega overstrength, dan bukan dengan nilai 1.3 untuk redudancy? Pada prinsipnya, pondasi sebaiknya didesain untuk tidak gagal sebelum bangunan itu gagal. Atau dalam bahasa lain, V pondasi >= V bangunan ultimate (Vy). Bukan hanya sekadar Vs (Kekuatan desain bangunan). Berdasarkan ASCE 7, apabila tidak melakukan analisis nonelastis, nilai Vultimate dari bangunan tersebut kurang lebih sebesar omega kali Vbangunan (atau Vs). Hal ini bisa dilihat dari gambar C12.1-1 ASCE 7-16.

Sumber Gambar: ASCE 7-16

Apa efeknya ketika pondasi hanya didesain terhadap Vs dan tidak memperhitungkan overstrength? Ini berarti kekuatan nonlinear dari struktur (akibat strain hardening, redistribusi etc) tidak diperhitungkan untuk pondasi, dan sebelum bangunan dapat mencapai kemampuan kekuatan nonlinearnya secara penuh, pondasi dapat gagal terlebih dahulu. Perlu di ingat juga, bahwa konsep desain bangunan modern mengandalkan perilaku nonlinear bangunan untuk menghadapi gempa dengan ukuran besar. Oleh karena itu, seyogyanya desain pondasi perlu memperhitungkan omega overstrength, karena jika tidak maka ada kemungkinan pondasi bisa gagal terlebih dahulu sebelum bangunan gagal.

Menariknya, di ASCE 7, setidaknya berdasarkan yang penulis tahu, hal ini tidak dituliskan secara eksplisit. Mengutip dari StructureMag

Typically, ASCE 7 does not require overstrength to be used for foundation design. When designing elements supporting discontinuous walls or frames, overstrength is typically provided for the design of the connections to the foundation but not taken into the foundations.

Biasanya, ASCE 7 tidak meminta overstrength untuk digunakan untuk desain fondasi. Ketika mendesain komponen bangunan untuk mendukung tembok ataupun portal yang tidak menerus, overstrength digunakan untuk desain sambungan ke pondasi, tetapi tidak dipakai untuk desain pondasinya.

Tetapi pada saat yang sama, StructureMag juga mencatat bahwa di California, untuk rumah sakit dan sekolah, pondasi wajib didesain untuk dapat menghadapi

  • The strength of the superstructure elements (Kekuatan dari elemen superstruktur)
  • The maximum forces that can be delivered to the foundation in a fully yielded structural system (Gaya maksimum yang dapat dihantarkan ke pondasi dari bangunan yang mengalami perilaku nonlinear)
  • Forces from the Load Combinations with overstrength factor (Kombinasi gaya dengan faktor overstrength)

Hal yang sama juga disinggung oleh blogpost dari S.K. Ghosh, konsultan struktur ternama di Amerika Serikat.

Disini mungkin ada kebebasan dari insinyur struktur untuk memilih, karena setelah diselidiki, ASCE 7 tidak mewajibkan faktor overstrength. Tetapi seyogyanya, mengingat bahwa

  1. Desain bangunan superstruktur memiliki perilaku nonlinear yang sudah lama diketahui dan relatif dipahami.
  2. Perilaku nonlinear pondasi, setidaknya dalam sepengetahuan penulis, tidak seberapa dipahami sehingga tidak elok untuk mengasumsikan bahwa ada perilaku nonlinear dari pondasi untuk menghantarkan energi.
  3. Kepentingan dari pondasi, mengingat point nomor dua, untuk berada di perilaku elastis.

Sebaiknya, pondasi didesain dengan gaya gempa memperhitungkan omega overstrength. Apabila Bapak/Ibu/Sdr./Sdri. memiliki komentar atau masukan lain, mohon berkenan memberikannya di kolom komentar.

4 komentar pada “Kombinasi beban desain pondasi untuk gempa”

  1. Tulisan yang sangat bagus pak Danny. Menurut saya fondasi harus tetap berperilaku elastis saat terkena gempa, oleh karena itu dalam praktiknya maka untuk mendesain fondasi dan elemen elemennya maka digunakan faktor overstrength untuk kombinasi kombinasi pembebanan yang sesuai dan digunakan.

    Tapi ada beberapa komentar dari saya mengenai tulisan yang menyebutkan 18 kombinasi. Desain fondasi (menentukan jumlah tiang yang dibutuhkan) praktiknya selalu menggunakan kombinasi pembebanan allowable stress desain (24 kombinasi pembebanan termasuk gempa tanpa beban tekanan air ke atas, dan 48 jika ada), karena daya dukung fondasi yang dikeluarkan oleh rekan geoteknik biasanya bukanlah daya dukung ultimate.

    1. Terima kasih banyak Pak, untuk komentarnya. Benar sekali bahwa 18 kombinasi memakai LRFD/Ultimate, tetapi apabila memakai ASD, kombinasi nya akan lebih banyak. Mohon izin untuk memasukan informasi dari anda ke blog post saya.

  2. Pondasi itu Komponen yang “MURAH” harganya dibandingkan dengan komponen lainnya.

    Dalam Gedung tinggi, komponen Pondasi tidak sampai 5% dari total Cost Bangunan. Sering hanya 2-3% saja.

    Jadi, rasanya kurang bijaksana jika kita harus irit di Pondasi….

    Terima Kasih atas tulisannya Pak Danny….

    Semangat dan terus menulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *