Ulas Buku: Dari Dunia Ketiga ke Dunia Pertama: Kisan Singapura (1965-2000)

Cover of Lee Kuan Yew Book, From Third World to First World;
Sampul depan buku Lee Kuan Yew;

Cover depan buku Lee Kuan Yew, From Third World to First: The Singapore Story 1965-2000 (Sumber: Harper Collins)

Lee Kuan Yew (LKY) merupakan salah satu pemimpin yang paling sukses di Asia, dan bahkan dunia. LKY mengtransformasi Singapura, dari suatu negara bekas koloni Inggris yang memiliki masa depan suram setelah terpisah dari Malaysia di 1965 menjadi suatu negara yang memiliki sistem perekonomian, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur kelas dunia. Tidak hanya itu, LKY juga meninggalkan suatu warisan bagi komunitas global di luar Singapura. LKY merupakan lawan diskusi bagi para pemimpin dunia, mulai dari Deng Xiaoping, Ronald Reagan, Richard Nixon, Thatcher, dan Kissinger. Sampai dia meninggal di tahun 2015, pemimpin-pemimpin dunia pun masih berunding dengan LKY untuk pandangannya akan perjalanan China dengan Amerika.

Ada banyak hal yang dapat dipelajari dari LKY, dan salah satu cara terbaik untuk belajar dari LKY adalah mempelajari tulisan dari LKY sendiri. Salah satu buku autobiografi yang dia tulis yang menceritakan kisah hidupnya adalah From Third World to First: The Singapore Story (1965-2000) (Dari Dunia Ketiga Menjadi Dunia Pertama: Kisah Singapura). Buku ini ditulis di tahun 2000, dan ada banyak hal yang ketika dibaca di tahun 2000 terasa seperti berjalan ke masa lalu. Tetap buku ini memberikan banyak wawasan akan langkah-langkah LKY.

Buku ini kurang lebih dibagi menjadi 2 Bab utama, Bab pertama menceritakan bagaimana LKY mentransformasi Singapura, dan bab kedua menjelaskan cerita LKY dalam ranah diplomasi global. Dalam membaca buku ini, ada beberapa hal yang menarik dan dapat dikatakan menjadi tema dari kisah sukses LKY, orang harus bekerja keras dan tidak tergantung dengan jaminan/tunjangan sosial. LKY mengkaitkan bahwa jaminan/tunjangan sosial yang berlebih akan menghasilkan suatu masyarakat yang malas, dan tergantung pada jaminan/tunjangan sosial sehingga menghambat akan kemajuan masyarakat.

Dalam proses transformasi Singapura (Bab 1), LKY menekankan berkali-kali bahwa Singapura adalah masyarakat yang bekerja. Dalam kunjungan dia ke para pebisnis global, dia tidak mencari dana bantuan (foreign aid), tetapi selalu dana investasi. Hal ini disampaikan LKY sendiri dalam pidatonya, “Apabila Singapura merupakan masyarakat yang ‘lemah’, yang tergantung dengan bantuan, maka Singapura sudah akan lama musnah dan tertelan …. Tidak ada yang didapatkan gratis oleh masyarakat Singapura, bahkan kita harus membayar untuk air yang kita pakai”. Kesadaran, dan keyakinan bahwa Singapura (dan setiap rakyatnya) harus berjuang dan bekerja untuk bertahan, berkembang dan sukses ditanamkan dalam setiap perbuatan LKY. Tidak ada makan siang yang gratis. Kalau Singapura (dan rakyatnya) mau mendapatkan sesuatu, maka dia harus bekerja untuk itu.

Hal ini bisa dilihat dalam segala sistem jaminan sosial yang ada di Singapura. Apabila di Indonesia, setiap kunjungan ke dokter umum dan mayoritas obat bisa dilakukan tanpa mengeluarkan biaya (Saya sudah beberapa kali ke dokter umum dan dapat obat gratis), hal yang sama tidak berlaku di Singapura. BPJS Singapura memiliki sistem cost sharing/burden sharing, atau berbagi beban. Mayoritas dari tagihan anda akan ditanggung oleh subsidi, tetapi anda tetap perlu membayar biaya kesehatan anda sendiri. Kunjungan ke dokter umum rutin tetap perlu membayar. Hal ini untuk mendorong orang tidak menghambur-hamburkan biaya subsisi kesehatan yang ada.

Pensiun di Singapura bukanlah sistem tunjangan tetap yang diberikan setiap bulannya mirip gaji, tetapi berasal dari uang simpanan anda sendiri. Sistem nya kurang lebih mirip dengan BPJS JHP di Indonesia. Setiap rupiah (atau Dollar Singapura) yang anda dapatkan di Singapura berasal dari keringat anda sendiri. Pemerintah disini berperan bukan sebagai Ibu Peri yang memberikan segala sesuatu secara gratis, tetapi sebagai Bapak yang membantu menjamin dan mengembangkan hasil kerja keras anda. Singapura, pada saat ini memiliki indeks mobilitas sosial tertinggi di Asia Tenggara. Pada rangking global social mobility index WEF, Singapura berada di rangking 20 dan sebagai perbandingan, Indonesia berada di rangking 67. Tingkat kepemilikian rumah di Singapura juga lebih tinggi daripada di Indonesia (90 an % vs 80 an %).

Bab II dari buku LKY ini, yang menceritakan ‘petualangan’ LKY di ranah diplomatik global, merupakan bagian yang wajib dibaca oleh setiap orang yang berkecimpung di bidang hubungan internasional. Cerita-cerita LKY bertemu dengan tokoh-tokoh dunia ditulis dengan jujur dan terus terang, dan mengandung fakta-fakta dan pandangan yang hanya dapat diketahui oleh orang yang sudah berada di panggung itu sendiri.

Ada 1 bab khusus terkait Indonesia yang ditulis LKY, mulai dari pertemuannya dengan Sukarno, hingga interaksi beliau dengan Gus Dur. Pandangan jujur LKY akan tokoh-tokoh bangsa Indonesia, bagi saya, sangat membuka pikiran karena LKY menawarkan beberapa perspektif yang sangat jarang di diskusikan dalam diskursus Indonesia.

Buku ini merupakan buku yang direkomendasikan bagi setiap orang. Tidak hanya orang yang bergerak di sektor kebijakan publik ataupun hubungan internasional, tapi bagi para filsafat, ekonom, pendidik, pengusaha dst karena dalam buku ini sang maestro, LKY menuliskan dan menjelaskan pengalaman hidupnya, dan pola pikirnya yang mendorong dan mentrasnformasi Singapura menjadi salah satu negara termakmur di Dunia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *